
Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup terkoreksi pada perdagangan Senin (8/1/2024), setelah beberapa hari sebelumnya mencetak rekor tertinggi barunya.
IHSG ditutup merosot 0,91% ke posisi 7.283,575. Setelah beberapa hari mencetak rekor dan bertahan di level psikologis 7.300, IHSG kembali menyentuh level psikologis 7.200 pada hari ini.
Nilai transaksi IHSG pada hari ini mencapai sekitaran Rp 11 triliun dengan melibatkan 18 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 142 juta kali. Sebanyak 183 saham menguat, 348 saham melemah dan 243 saham stagnan.
Secara sektoral, sektor bahan baku menjadi pemberat IHSG di akhir perdagangan hari ini, yakni mencapai 2,18%. Tak hanya bahan baku, sektor infrastruktur juga membebani IHSG sebesar 0,9%.
Selain itu, beberapa saham juga memperberat (laggard) IHSG pada hari ini. Berikut saham-saham yang menjadi laggard IHSG.
Emiten | Kode Saham | Indeks Poin | Harga Terakhir | Perubahan Harga |
Barito Renewables Energy | BREN | -18,35 | 6.750 | -6,57% |
Bank Rakyat Indonesia (Persero) | BBRI | -14,58 | 5.625 | -2,17% |
Chandra Asri Petrochemical | TPIA | -14,28 | 5.275 | -7,86% |
Merdeka Copper Gold | MDKA | -2,80 | 2.710 | -3,56% |
Bank Mandiri (Persero) | BMRI | -2,33 | 6.400 | -0,39% |
Astra International | ASII | -2,27 | 5.575 | -0,89% |
Bayan Resources | BYAN | -2,03 | 19.775 | -0,63% |
Barito Pacific | BRPT | -1,94 | 1.320 | -2,22% |
Saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) kembali menjadi saham yang memberatkan IHSG pada akhir perdagangan hari ini, yakni mencapai 18,3 indeks poin.
Tak hanya BREN, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) juga memberatkan indeks cukup besar yakni masing-masing 14,6 indeks poin dan 14,3 indeks poin.
IHSG berakhir di zona merah pada perdagangan awal pekan ini, setelah beberapa hari lalu menguat dan terus mencetak rekor tertingginya, sehingga investor mulai merealisasikan keuntungannya, utamanya di saham-saham perbankan.
Koreksi IHSG terjadi meski data ekonomi dalam negeri yang dirilis pada hari ini cenderung positif. Adapun data ekonomi yang dirilis pada hari ini yakni data cadangan devisa (cadev) periode akhir 2023.
Bank Indonesia (BI) mencatat kenaikan cadangan devisa (cadev) Indonesia pada akhir 2023. Cadev per Desember 2023 sebesar US$ 146,4 miliar, naik sekitar 6,01% dari bulan sebelumnya US$ 138,1 miliar.
Perolehan cadev per akhir Desember 2023 itu pun menjadi yang tertinggi sejak September 2021. Pada saat itu, BI mencatat cadev sebesar US$ 146,9 miliar.
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, kenaikan cadangan devisa itu disebabkan moncernya setoran pajak hingga penarikan utang luar negeri pemerintah.
“Kenaikan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah,” kata Erwin dikutip dari keterangan tertulis, Senin (8/1/2024).
Dengan capaian ini bisa dilihat perolehan cadangan devisa belum ditopang oleh pemasukan dari devisa hasil ekspor (DHE). Seperti diketahui, pemerintah tengah mengenjot penghasilan DHE.
Pada November lalu, Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan pihaknya berhasil mengumpulkan term deposit valas Devisa Hasil ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sebanyak US$ 1,9 miliar. Jumlah itu berdasarkan angka hingga Oktober 2023.
“Term deposit valas yang diteruskan oleh perbankan dari eksportir ke BI itu US$ 1,9 miliar,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) IV di Gedung BI, Jakarta, Jumat (3/11/2023).
Perry mengatakan jumlah tersebut belumlah semua hasil DHE SDA yang telah dibayarkan oleh eksportir. Pasalnya, kata dia, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 baru resmi berlaku pada November 2023. Dia mengatakan butuh waktu 3 bulan untuk melihat hasil penerapan kebijakan ini.
“Belum semuanya, karena PP 36/2023 itu efektifnya November dan untuk melihat itu jangkanya 3 bulan,” ujarnya. https://mauapalagi.com/